Kerajaan Aceh (kerajaan islam)

Kerajaan Aceh




Akibat kejatuhan Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 pusat perdagangan Islam kembali ke wilayah Aceh.
Pertumbuhan Kerajaan AcehPada mulanya Aceh dikuasai oleerada di baah kekuasaan Kerajaan Pedir. Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, banyak pedagang Islam dari Malaka yang pindah ke Aceh. Kapal-kapal dari Asia Selatan tidak lagi singgah di Malaka, karena pemerintah Portugis di Malaka menjalankan monopoli, dan memungut bea pajak dan cukai yang cukup tinggi. Akhirnya kapal-kapal dagang dari berbagai wilayah mulai mengubah jalur pelayarannya, tidak lagi singgah di Malaka tetapi di Aceh. Setelah singgah di Aceh, mereka terus berlayar menyusuri pantai barat Sumatra, masuk Selat Sunda, kemudian singgah di Banten. Situasi tersebut menguntungkan Aceh.Para pedagang Islam tidak mau berdagang dengan orang-orang Portugis. Akhirnya orang-orang Islam memusatkan kegiatan pelayaran dan perdagangannya di Aceh. Setelah kuat dan maju, Aceh akhirnya berhasil melepaskan diri dari Pedir, dan berdiri sebagai kerajaan.

Kehidupan politik

Sistem pemerintahan di Aceh juga sudah nampak teratur. Hal ini nampak dengan adanya pembagian pemerintahan menjadi dua bagian sebagai berikut.
1) Pemerintahan Sipil
Pemerintahan sipil dipimpin oleh kaum bangsawan yang disebut teuku.
2) Pemerintahan Agama
Di wilayah Aceh, beberapa gampong dipersatukan dalam bentuk mukim yang terikat dalam satu masjid. Setiap mukim dikepalai oleh seorang imam. Tokoh ulama yang memimpin di bidang agama terkenal dengan sebutan teungku. Bersama kaum bangsawan, kaum ulama ikut menentukan pemilihan sultan. Kehidupan pemerintahan dan pengangkatan sultan diatur dengan undang-undang yang dikenal dengan Kitab Adat Meukuta Alam. Undang-undang (hukum) ini dirumuskan atas dasar hukum Islam dan adat.

Raja-Raja kerajaan Aceh

Sultan Ali Mughayat (1514-1528 M)
Sultan Salahuddin (1528-1537 M)
Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar (1537-1568 M)
Sultan Sri Alam (1575-1576 M)
Sultan Zain al-Abidin (1576-1577 M)
Sultan Ala’ al-Abidin (1577-1589 M)
Sultan Buyung (1589-1596 M)Sultan Ala’ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604 M)
Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607 M)
Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636 M)
Iskandar Thani (1636-1641 M)
Sri Ratu Safi al-Din Taj al Alam (1641-1675 M)
Sri Ratu Naqvi al-Din Nur al-Alam (1641-1678 M)
Sri Ratu Zaqqi al-Din Inayat Syah (1678-1688 M)
Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699 M)
Sultan Badr al-Alam S Hashim Jamal al-Din (1699-1702 M)
Sultan Perkasa Alam S L (1702-1703 M)
Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726 M)
Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)
Sultan Shyam al-Alam (1726-1727 M)
Sultan Ala’ al-Din Ahmad S (1727-1735 M)
Sultan Ala’ al-Din Johan Syah (1735-1760 M)
Sultan Mahmud Syah (1760-1781 M)
Sultan Badr al-Din (1781-1785 M)
Sultan Sulaiman Siah (1785-…)
Alauddin Muhammad Daud SyahSultan Ala’ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815 dan 1818-1824 M)
Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818 M)
Sultan Muhammad Syah (1824-1838 M)
Sultan Sulaiman Siah (1838-1857 M)
Sultan Mansur Syah (1857-1870 M)
Sultan Mahmud Syah (1870-1874 M)
Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903 M)

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Aceh

Aceh memiliki letak yang strategis, sehingga Aceh berkembang menjadi pusat perdagangan Internasional, menggeser kedudukan Malaka. Setelah Malaka dikuasai Portugis, banyak pedagang dari luar yang datang ke Aceh. Pedagang-pedagang itu diantaranya dari Cina, Siam, India, Persia, Arab, Turki, bahkan pedagang dari Eropa. Aceh termasuk penghasil lada yang cukup besar.

Kehidupan Sosial-Budaya Kerajaan Aceh

Pada masyarakat Aceh dikenal adanya tiga golongan dalam masyarakat.
sultan dengan keluarganya. Mereka memiliki gelar tuanku.
pejabat tinggi pemerintah pusat maupun daerah, serta para uleebalang. Pada umumnya mereka memakai gelar teuku.
Rakyat kebanyakan.
Adat istiadat dan agama Islam menjadi pegangan hidup masyarakat. Para ulama memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, perpaduan antara tuanku dan teuku bersama tengku melahirkan kekuatan yang ampuh bagi Kerajaan Aceh. Dalam bidang filsafat agama dan sastra Aceh mengalami kemajuan yang cukup mengesankan.


Masa Kejayaan Kerajaan Aceh

Pada masa kepemimpinan Raja Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Aceh berhasil mengalami peningkatan di beberapa aspek meliputi bidang ekonomi, politik, hubungan internasional, perdagangan, militer, dan perkembangan agama Islam. Selain itu, Aceh juga berhasil mendesak kedudukan Portugis di wilayah Selat Malaka akibat perkembangan yang berlangsung saat dipimpin oleh Iskandar Muda.
Dalam pemerintahannya, Sultan Iskandar memperluas wilayah teritorialdan terus meningkatkan perdagangan rempah-rempah menjadi suatu komoditas ekspor yang berpotensi bagi kemakmuran masyarakat Kerajaan Aceh. Ia berhasil menguasai Pahang (1618), daerah Kedah (1619), serta Perak (1620), dimana daerah tersebut merupakan penghasil timah. Bahkan pada masa kepimpinannya, Kerajaan Aceh mampu menyerang kedudukan kerajaan Johor dan Melayu hingga Singapura (1613 dan 1615).
Pada pemerintahan Sultan Iskandar Muda kejayaan bisa dilihat dari politik luar negeri Kerajaan Aceh. Ia berhasil melakukan hubungan politik dengan bangsa Inggris, Turki, Belanda dan Francis. Iskandar Muda pernah mengirim utusan menuju ke Turki dengan membawa hadiah berupa lada 1 karung, langkah yang dilakukan tersebut kemudian dibalas dengan dengan diberikannya bantuan militer berupa tentara dan sebuah meriam.
Kemajuan juga terjadi pada bidang Agama yaitu Kerajaan Aceh berhasil melahirkan ulama yang cukup ternama, karangan para ulama dijadikan rujukan, contohnya ulama Hamzah Fansuri pada bukunya. Selain itu, terjadi pula kemajuan pada bidang lain. Dalam bidang ekonomi, kerajaan ini berhasil melakukan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan bangsa lain seperti Arab, Turki, Mesir, India, Inggris, Francis, Jepang dan Cina. Komoditas yang di import secara lengkap yang terdapat pada Kitab Adat Aceh meliputi anggur, beras, gula, sekar lumat, kurma, guci, timah, tekstil, katun, besi, batik, kertas, kipas dan opium. Sementara komoditas ekspornya yaitu lada, timah, saapan, damar, kayu cendana, gandaruken, obat-obatan, getah perca dan damar.
Dibawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda Kerajaan Aceh berlangsung dengan lancar tentram dan aman. Kerajaan Aceh memiliki titik-titik sebagai pusat ekonomi, yaitu daerah pelabuhan yang terdapat di pantai timur, barat sampai selatan. Pusat perekonomian ini membuat kerajaan Aceh menjadi kaya, rakyatnya hidup makmur dan sejahtera.

Masa kehancuran 

Iskandar Muda digantikan oleh menantunya yang bemama Iskandar Thani. Ia memerintah pada tahun 1636 - 1641. Dasar-dasar kuat yang diletakkan Iskandar Muda, menyebabkan kebesaran Aceh dapat terus berlangsung di bawah pemerintahan Iskandar Thani. Tahun 1641, Iskandar Thani digantikan oleh permaisurinya (putri Iskandar Muda). Sejak saat itu pemerintahan Aceh mulai mundur, karena permaisuri dan pengganti-penggantinya kurang mampu menghadapi kelicikan VOC dan tidak memahami seluk-beluk politik di sekitar Selat Malaka. Sehingga setelah VOC dapat merebut Malaka (1641), maka VOC mulai mempersulit pelayaran dan perdagangan Aceh. Pada akhir abad ke-17 Aceh kehilangan kedudukannya sebagai pusat perdagangan dan kekuatan politik. Pada tahun 1681, Aceh terpaksa mengadakan hubungan dengan VOC. Sejak itu kekuasaan Aceh semakin dipersempit oleh VOC. Hal ini mempercepat keruntuhan Kerajaan Aceh.

Peninggalan

1. Masjid Raya Baiturrahman
2. Taman Sari Gunongan
3. Masjid Tua Indrapuri
4. Benteng Indra Patra
5. Pinto Khop
6. Meriam Kesultanan Aceh
7. Makam Sultan Iskandar Muda
8. Uang Emas Kerajaan Aceh
9. Stempel Cap Sikureung
10. Pedang Aman Nyerang
11. Kerkhof
12. Karya Sastra
Hikayat Melayu: merupakan karya sastra yang bercerita tentang Panji Damar Wulan, pernikahan seorang Sultan Malaka Mansur Syah dengan putri China dan Jawa, dan cerita serangan Portugis atau Peringgi ke Malaka pada tahun 1511.
Hikayat Raja-Raja Pasai: merupakan karya sastra peninggalan Kerajaan Aceh yang bercerita mengenai asal mula Kesultanan Samudra Pasai yang didirikan oleh puter bangsawan Pasai, Merah Gajah yaitu Sultan Malik al-Saleh.
Hikayat Prang Sabi: berisi seputar jihad yang ditulis oleh beberapa ulama yang mengajak, menasehat, dan menyerukan untuk berjihad demi menegakkan Agama Allah dari para kaum kafir yang menyerang.


Sumber: wikipedia, Brainly, dan blog-blog lain.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi dan sinopsis Novel Ceros dan Batozar karya Tere Liye

[Sinopsis & Resensi Novel] BULAN karya Tere Liye

Resensi & sinopsis Novel Komet Karya Tere Liye